Bukti diterimanya shalat Tahajjud di mata Allah Azza
Wa Jalla adalah rezeki yang kita peroleh menjadi berkah. Keberkahan rezeki ini
tidak diukur dengan banyak atau sedikitnya yang diperoleh, akan tetapi lebih
kepada kemanfaatan yang digunakan. Karena ada rezeki yang diperoleh banyak
hanya untuk menutup pengeluaran saja dan tidak mencukupi kebutuhan, sering kali
kita tidak menyadari uang tersebut digunakan untuk apa saja. Itu salah satu
tanda tidak berkahnya rezeki yang kita dapatkan. Begitu pun sebaliknya, ada
rezeki yang kita dapatkan tidak seberapa, tetapi semua kebutuhan dapat
tercukupi, dan malahan masih bisa menyisakan uang untuk di tabung dan sedekah. Di
sini salah satu contoh dari keberkahan rezeki tersebut.
Untuk
memahami konsep dari keberkahan rezeki, kita tentu harus paham terlebih dahulu
tentang definisi berkah. Jadi secara bahasa, berkah adalah kata sifat yang berarti karunia Tuhan yang
mendatangkan kebaikan bagi kehidupan manusia. Karena berkah adalah kata sifat,
maka dari itu setiap manusia menginginkannya melekat dengan segala hal yang
mereka miliki. Entah itu dari keberkahan rezeki, keberkahan keturunan, atau
keberkahan-keberkahan lain dalam kehidupan seseorang.
Ibnu
Mandzur dalam kitabnya Lisanul Arab
menjelaskan bahwa al-barakah adalah
berkembang, bertambah, dan berbahagia. Sedangkan Imam Nawawi berpendapat bahwa
akar dari makna keberkahan adalah kebaikan yang banyak dan abadi (Syara shahih
muslim oleh an-Nawawi 1/225). Dari sini bisa tarik kesimpulan bahwa keberkahan
itu adalah bertambahnya nilai, manfaat, dan kebaikan suatu benda, dalam hal ini
rezeki.
Ada dua
metode untuk mengukur keberkahan rezeki. Pertama, secara kuantittatif yakni dengan
cara melihat fisik. Artinya rezeki tersebut bertambah banyak. Misalnya Allah
Azza Wa Jalla memberikan kita rezeki, kemudian rezeki tersebut kita pergunakan
di jalan yang sesuai dengan syariat agama, lantas rezeki tersebut bertambah
banyak. Perubahan wujud rezeki dari yang semula sedikit menjadi banyak
merupakan bentuk dari keberkahan rezeki. Sebab, rezeki tersebut bertambah dan
berkembang. Metode yang kedua adalah menimbang keberkahan rezeki dengan melihat
esensinya. Bisa saja, rezeki yang kita peroleh tidaklah seberapa, tetapi
manfaat dan kegunaannya berlipat ganda. Tidak hanya pemilik rezeki yang
memperoleh manfaatnya, tetapi lingkungan sekitar pun ikut memperoleh
keberkahannya. Rezeki seperti inilah wujud dari keberkahan rezeki yang
sesungguhnya.
Sumber : buku Tahajjudlah, Allah menjaminmu sukses,
Ustadz Mukhammad Yusuf